
Jakarta ( Berita ) : Tim Pengkajian Revisi RUU Bidang Politik dari Fraksi Partai Golongan Karya melalui salah satu anggota tim itu, Nurul Arifin mengatakan, partainya bertekad memberikan ruang bagi dihormatinya “popular vote” dan partisipasi warga negara dalam Pemilu.
“Itu kebutuhan nyata yang saat ini dihadapi bangsa Indonesia dalam membangun demokrasi yang lebih relevan. Di pihal lain, ada kebutuhan berikutnya, ialah, meneguhkan kontrol dan wibawa partai di depan konstituennya,” di Jakarta, Rabu [04/05].
Karena itu, menurutnya, atas hasil rekomendasi yang dilakukan oleh Tim Pengkajian RUU Bidang Politik, Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR RI dengan ini mengusulkan dua hal penting. ”Pertama, selain tetap mendorong peningkatan ‘parliamentary threshold’ (PT) menjadi lima persen, juga kedua, FPG mengusulkan agar Pemilu 2014 menggunakan Sistem Campuran,” ungkapnya.
Yaitu, ujarnya, sebuah sistem Pemilu yang memadukan kebaikan-kebaikan dalam sistem proporsional berbasis suara terbanyak dan sistem proporsional berdasarkan nomor urut.
“Jadi kedua sistem tersebut berjalan secara paralel. Dan berdasarkan pemikiran kritis atas kedua tradisi tersebut, Partai Golkar (PG) mengusulkan, bahwa penentuan anggota Parlemen didasarkan pada nomor urut dan suara terbanyak berdasarkan komposisi 70:30,” tegasnya.
Tim Pengkajian Revisi RUU Bidang Politik FPG terdiri atas Ibnu Munzir (Ketua), dengan anggota Agun Gunanjar, Taufik Hidayat dan Nurul Arifin yang mantan aktris dan kini juga aktif dalam aksi pemberdayaan kaum perempuan itu.
Sistem campuran ini, demikian Nurul Arifin, mempertemukan dua kebutuhan nyata bangsa Indonesia saat ini dalam membangun demokrasi yang lebih relevan. ”Seperti disebut tadi, dua kebutuhan itu adalah, di satu pihak meneguhkan kontrol dan wibawa partai di depan konstituennya, dan di pihak lain memberikan ruang bagi dihormatinya ‘popular vote’ dan partisipasi warga negara dalam Pemilu,” tandasnya.
Nurul Arifin yang anggota Komisi II DPR RI ini menambahkan, hasil pengkajian mereka sesungguhnya merupakan perpaduan di antara dua tradisi. ”Dan perpaduan dua tradisi itu dimaksudkan untuk memperoleh hasil terbaik dari dua cara yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri,” ujar Nurul Arifin. ( ant )